Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

[NJAMAS] Makna Penjamasan (Mandikan) Pusaka √

Dalam dunia Keris, setahun sekali di bulan Suro biasanya melakukan penjamasan atau membersihkan Pusaka. Akan tetapi terdapat makna yang sesungguhnya dari ritual jamasan pusaka tersebut yang masih banyak belum di ketahui khalayak ramai. Namun bagi para pecinta Keris sebagian juga ada yang mengetahuinya, ada pula yang tidak.

Bagi orang-orang yang tidak memahami kultur budaya Jawa, termasuk anak muda Jawa generasi sekarang mungkin tidak lagi mengetahui makna dari jamasan Pusaka yang sesungguhnya.

cara njamas keris


Menurut berbagai literatur, "jamasan" berasal dari kata "jamas" yang artinya Membersihkan (Mandi). "Jamas" adalah bahasa Jawa kromo inggil (tingkatan paling tinggi paling halus), sementara bahasa ngoko-nya (paling kasar) adalah "kumbah".
Jadi jamasan bisa diartikan sebagai kegiatan mencuci, membersihkan, memandikan atau ngumbah.
Sedangkan pusaka adalah berbagai benda yang dikeramatkan atau dipercayai memiliki riwayat sejarah, filosofi dan tuah tertentu, seperti:
  • Gong
  • Keris
  • Tombak
  • Kereta kencana
  • Dan berbagai macam benda keramat lainnya.
Dengan demikian, jamasan pusaka kemudian diartikan sebagai kegiatan mencuci senjata yang biasanya dilakukan setiap bulan Suro, khususnya persis pada malam 1 Suro.

Suro adalah bulan pertama dalam penanggalan Jawa yang diyakini sebagai bulan keramat, penuh larangan dan pantangan. Masyarakat Jawa hampir selalu menghindari melakukan suatu kegiatan besar di bulan ini karena takut akan tulahnya.

Padahal sebetulnya tujuan dari dikeramatkannya malam 1 suro adalah agar masyarakat Jawa lebih banyak melakukan ibadah dan berdo'a agar kehidupan di tahun yang akan datang bisa lebih baik dari tahun
kemarin.

Dalam kepercayaan itu sudah terlanjur mengakar dan tersugesti di benak masyarakat Jawa sehingga
terkadang banyak kejadian buruk yang terjadi jika melanggarnya. Sebagian masyarakat Jawa percaya bahwa maksud dan tujuan dari jamasan pusaka adalah untuk
mendapatkan keselamatan, perlindungan, dan ketentraman.

Sebab, bagi sebagian masyarakat Jawa, benda-benda pusaka tersebut dianggap memiliki kekuataan ghaib yang akan mendatangkan berkah apabila dirawat dengan cara dibersihkan atau dimandikan. Jika tidak dirawat, sebagian masyarakat Jawa percaya jika "isi" yang ada di dalam benda pusaka tersebut akan pudar atau akan hilang sama sekali, dan hanya berfungi sebagai senjata biasa dan tidak memiliki tuah lagi.

Sebagaimana upacara pada umumnya, jamasan pusaka juga dilakukan secara bertahap, yaitu:
  1. Tahap pengambilan pusaka dari tempat penyimpanannya.
  2. Tahap tirakatan (bersemadi).
  3. Tahap arak-arakan.
  4. Tahap pemandian atau jamasan pusaka.
Proses mencuci pusaka juga tidak dilakukan secara tertutup dan masyarakat luas boleh menyaksikannya bahkan sering di antara orang-orang yang meyaksikan prosesi jamasan pusaka tersebut berebut air yang menetes dari pusaka yang dijamasi dengan harapan untuk ngalap berkah.

Dahulu penyelenggaran upacara jamasan pusaka dilakukan setiap satu tahun sekali pada hari Jum'at pertama di bulan Suro. Tapi saat ini, setelah dikemas untuk kepentingan pariwisata, upacara jamasan pusaka juga dilakukan diluar bulan Suro dengan alasan untuk menarik wisatawan asing maupun domestik.

Upacara jamasan pusaka sendiri jika dicermati lebih dalam mengandung nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-
hari, antara lain: kebersamaan, ketelitian, gotong-royong, dan religius. Nilai kebersamaan tercemin dari berkumpulnya sebagian besar masyarakat dalam suatu tempat dan berdo'a bersama demi keselamatan bersama.

Sedangkan nilai ketelitian tercermin dari proses upacara itu sendiri. Sebagai suatu proses, upacara jamasan pusaka memerlukan persiapan, baik sebelum upacara, pada saat prosesi, maupun sesudahnnya.

Persiapan tersebut tidak hanya menyangkut peralatan upacara saja, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan juga peserta upacara, semua harus dipersiapkan dengan baik dan seksama sehingga
upacara dapat berjalan dengan lancar.

Nilai gotong-royong tercemin dari berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling membantu demi terlaksananya upacara, dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman dan ada yang
menjadi pemimpin upacara. Nilai religius tercermin dalam do'a bersama yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan perlindungan, keselamatan, dan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan.

Selain itu makna sesungguhnya dari upacara jamasan pusaka adalah pembersihan jiwa dan hati agar kita menjadi Manusia yang suci/baru ditahun yang akan datang yang disimbolkan dengan membersihkan pusaka dari kotoran dan karat yang
melekat, kemudian memberikan wewangian seperti bunga, dupa dan minyak wangi sebagai simbol agar Manusia menjadi pribadi yang lebih baik ditahun yang akan datang.

Semua perlengkapan sesaji seperti dupa, minyak, kembang dan ubo rampe lainnya masing-masing memeiliki makna spiritual yang dalam tentang kehidupan jika dijabarkan. Namun terkadang banyak yang salah mengartikan bahwa semua sesaji dan ubo rampe tersebut adalah persembahan untuk sebuah benda yang jelas-jelas hal itu sebuah kekeliruan semata.

Dengan demikian tuntas sudah semua makna dalam penjamasan, dan semogga artikel ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

Posting Komentar untuk "[NJAMAS] Makna Penjamasan (Mandikan) Pusaka √"